Chapter 25
Terdengar jeritan dari kerumunan.
“Baju zirah hitam itu ternyata Beth Wayne!”
“Uangku… uangku…!”
Sang guru Ransel, Beth Wayne, adalah seorang gila. Manusia gila yang terlahir hanya untuk bertarung.
—Bakat bertarungnya sungguh luar biasa!
Melihat Beth Wayne, yang bermandikan darah dan tertawa terbahak-bahak di tengah-tengah medan musuh, bahkan sekutu pun merasa gentar.
Seorang ksatria yang terlahir hanya untuk bertarung.
Pedang nomor satu Kekaisaran, Beth Wayne.
Guru lama Ransel.
“Ransel Dante. Aku minta maaf sebelumnya. Aku kurang bisa mengontrol kekuatan. Aku punya penyakit bawaan yang membuat tubuhku gatal jika bertarung dengan anggun.”
Gedebum!
Tanah bergetar di sekeliling Beth Wayne.
“Kebetulan aku mendapat izin untuk membunuhmu. Sepertinya kau sangat tidak disukai.”
“Tidak perlu izin dari pihak yang bersangkutan?”
“Mana mungkin.”
Dia mendekat sambil menyeret bastard sword yang digenggamnya dengan satu tangan ke tanah.
“Menghentikanku dan bertahan hidup juga adalah pilihanmu.”
Bugh!
Kaki Beth Wayne melangkah maju.
Kekuatan terkonsentrasi pada ujung kaki, mengikuti otot paha yang membesar.
Tanah yang keras retak, bahkan kerikil di bawahnya pun terangkat.
“Graaaah!”
Geraman tertahan keluar dari mulutnya saat melompat.
Kedua mata Beth Wayne yang berkilat liar menerjang ke arahnya.
“Rasakan ini, Ransel Dante!”
“……!”
Hanya refleks yang bereaksi pada bilah pedang yang mengayun membelah udara.
Ransel menahan bastard sword dengan bilah pedang yang dimiringkan.
Krang!
Percikan api membutakan pandangannya. Dia merasakan pergelangan tangannya terkoyak dan darah muncrat.
Kejutan menjalar dari lengan, bahu, punggung, hingga lututnya. Kekuatannya bukanlah ukuran manusia. Dia tidak ubahnya monster.
Alasan Ransel memilihnya sebagai guru juga tidak terlalu istimewa. Karena dia kuat. Mungkin dia adalah manusia terkuat di benua ini dalam hal pedang.
Klatak!
Bilah pedang Ransel, yang melewatkan pukulan itu, terpatah pada sudut yang cerdik.
Ujung pedang secara tepat mengincar bahu Beth Wayne.
“Serangan dan pertahanan menyatu, bagus!”
Dalam situasi di mana lawan biasa akan segera menghindar dan mundur.
Namun Beth Wayne sebaliknya.
Dia membiarkan dirinya tersapu oleh bilah pedang yang melintas di bahunya.
Meski hanya senjata tumpul untuk pertandingan, itu sudah cukup untuk meninggalkan luka, tetapi dia tidak ragu sedikit pun.
“Hehehe, rasa perihnya menyenangkan.”
Beth Wayne menggenggam gagang pedangnya dan mengayunkannya secara diagonal. Bilah pedang terbang ke arah Ransel pada sudut yang mustahil dihindari.
Syuut!
Bastard sword terbang sambil menaburkan darah. Luka panjang dari dada ke bahu tertinggal.
“Sekarang kau sama denganku.”
“……”
Ransel menatap lukanya dengan ekspresi bingung. Posisinya hampir sama persis dengan luka Beth Wayne.
‘Kau masih saja gila, guru.’
Ya. Beth Wayne selalu memilih untuk saling melukai daripada menghindar.
Ketika aku bertanya bagaimana dia bisa selamat di medan perang sambil melakukan hal seperti ini, jawabannya sungguh menggelikan.
—Mereka memberiku lawan untuk dibunuh, tapi tidak ada yang bisa membunuhku. Hanya itu.
Seorang ksatria yang tidak memiliki rasa takut.
Begitulah Beth Wayne.
“Kau benar-benar punya kekuatan untuk menghancurkan harga diri muridku, Ransel Dante. Sial! Aku menyukaimu! Aku akan membunuhmu dengan kehormatan, menggunakan seluruh kekuatanku.”
“…….”
Beth Wayne tertawa melihat ekspresi datar Ransel.
“Aku suka. Aku sangat suka. Terutama fakta bahwa kau tidak takut mati.”
Sepertinya dia merasa mereka sama.
Ransel ingin menyangkalnya. Jika hidupnya hanya satu, dia pasti akan takut mati.
“Aku datang, Ransel Dante!”
Suara gemuruh tak henti-hentinya terdengar saat pedang mereka beradu.
Setiap kali ber benturan, luka baru muncul di tubuh masing-masing. Itu adalah pertarungan yang mendekati perang gesekan.
“Sungguh mengejutkan. Prestasi sebesar ini di usia muda. Aku jadi penasaran pada siapa kau belajar pedang.”
‘Aku belajar padamu.’
Krang!
Bilah pedang bergetar dan kejutan menyebar ke seluruh tubuh. Dia merasakan kerusakan menumpuk.
‘Dalam kondisi ini, paling lama 3 menit.’
Bahkan Ransel yang berpengalaman pun memiliki batasan fisik sebagai pemuda berusia awal dua puluhan.
Baik kekuatan sihir yang terkumpul, tulang dan otot yang terpasang, maupun stamina, semuanya masih seperti ksatria pemula yang belum matang.
Dibandingkan dengan Beth Wayne, yang telah menjalani puluhan tahun hidup di medan perang, dia hanyalah ikan teri.
“Apa yang kau lakukan! Tubuhmu melambat! Hanya segini saja! Ransel Dante!”
Sebagai buktinya, Beth Wayne justru semakin gesit, seolah-olah baru pemanasan, alih-alih melambat seperti Ransel.
“Jangan sampai semangatku padam! Ayo buat lebih menyenangkan! Cepat! Tolong!”
Sudut mulutnya yang berlumuran darah berkilauan di tengah debu pasir.
Krang!
Ransel, yang menangkis ayunan pedang yang tak kenal ampun, terhuyung mundur beberapa langkah. Otot-otot kakinya terasa kejang karena kehilangan kekuatan.
Dia telah mencapai batasnya.
“Ini akhirnya. Tapi jangan sedih, Ransel Dante! Hukum Kekaisaran menyatakan bahwa ksatria yang mati di arena menjadi orang terhormat dan namanya akan dikenang!”
Ransel menjilat bibirnya.
‘Apakah tidak apa-apa jika aku mati sekarang?’
Tentu saja, sepertinya tidak apa-apa.
Melihat momentum Marigold, Gereja ke-200 pasti akan tercapai. Mungkin.
Jika tidak… ya, dia akan mulai dari awal lagi.
“Jika aku mati, apakah keluargaku akan mendapat uang pensiun?”
“Kau lucu. Baiklah. Aku akan membantumu.”
“Sepertinya Anda orang yang baik.”
“……Sungguh sayang harus membunuhmu. Jika bukan karena perintah tuanku, aku akan membiarkanmu hidup dan menjadikannya orang yang lebih menarik.”
Ransel menatap Beth Wayne yang mendekat sambil menghela napas, dengan mata setengah terpejam.
Saat itulah.
Kekuatan tak dikenal perlahan mulai melonjak di dalam dirinya.
***
Di tengah sorakan penonton.
“Aaaaah! Hiiik!”
Baron Evil Shen terus berteriak.
Melihat kedua orang yang perlahan berlumuran darah di arena, dia tidak bisa duduk diam.
Marigold menggenggam tangannya dengan cemas.
“A-apa yang terjadi? Apa orang kudus itu baik-baik saja?”
“Bagaimana ini, Merry? Ransel kalah!”
“Hah?”
“Kalau begini, dia akan kalah. Tidak….”
Suara Baron Evil Shen bergetar.
“Mungkin dia akan mati di sini.”
“…….”
Marigold terpaku dengan mulut terbuka. Mati?
“Mengapa Beth Wayne, yang dilaporkan hilang… Jika berhadapan dengan monster seperti itu, bahkan Ransel pun tidak akan bisa… Sialan itu membunuh orang dalam pertandingan latihan….”
Suara Baron Evil Shen dipenuhi ketakutan dan keputusasaan. Marigold secara naluriah tahu bahwa perkataannya bukan tanpa alasan.
Ransel Dante akan mati?
Marigold merasakan semua suara di dunia menjauh sejenak. Kesunyian datang ke dalam dunianya yang gelap.
Mati.
Ransel Dante.
Mati di depannya.
“Haa… haa….”
Dug. Dug. Dug.
Napasnya menjadi berat.
Jantungnya berdebar tak henti-hentinya.
Kematian Ransel Dante. Dalam kata-kata singkat itu, Marigold merasa seperti trauma besar datang, meskipun belum pernah mengalaminya.
‘Mati, orang kudus, mati. Ransel.’
Dug.
—Ransel-nim.
Dug.
—Master.
Dug. Dug. Dug.
Fragmen ingatan berputar di benaknya dalam sekejap.
—Cerita… tentang… kereta… Marigold… kita lagi….
—Pasti… akan menemukan… dan… kau….
Dug.
Dug.
Dug.
Ingatan berakhir di sana. Bagian dari pikirannya terasa mendidih dan seperti tersambar petir. Serpihan ingatan menghilang seperti pasir.
Dia tidak tahu mengapa Ransel ada dalam ingatannya. Itu adalah kombinasi yang membingungkan, terlalu banyak untuk dihubungkan. Ransel dalam ingatannya selalu berada di tempat yang sama, tetapi selalu dalam wujud yang berbeda.
Namun, dia tahu satu hal.
Marigold tidak ingin kehilangan dia.
‘Jangan mati.’
Dia menggenggam tangannya hingga wajahnya pucat.
Cahaya perlahan mulai mengalir dari tubuh Marigold.
“Me, Merry?”
***
“Ugh.”
Dia merasakan kelelahan yang menumpuk di seluruh tubuhnya perlahan menghilang. Lengan dan kakinya yang gemetar entah kapan kembali bertenaga.
“Ini benar-benar hebat.”
Ransel merasakan kelegaan yang luar biasa seolah-olah sedang terbang ke langit.
Seluruh dunia terasa diselimuti cahaya.
“……Kau…?”
Barulah saat itu Ransel menyadari tatapan Beth Wayne yang penuh keterkejutan.
=============
Acara naik level! Marigold membangkitkan kekuatan sucinya. Telah menguasai sihir putih ‘Pemula’.
※Sihir Putih Pemula – Berkah – Mengaktifkan Wing of Angel. Semua kemampuan target yang diaktifkan meningkat 1,5 kali selama 5 menit.
=============
Setelah melihat tulisan itu, Ransel menyadari kondisinya.
Cahaya berbentuk sayap raksasa melonjak dari punggungnya hingga menampakkan keagungannya ke puncak langit.
Selama beberapa detik efek itu berlangsung, tak ada seorang pun yang bisa bernapas.
‘Kau benar-benar melakukan sesuatu yang luar biasa. Marigold.’
Di depan Ransel yang telah pulih sepenuhnya, hanya Beth Wayne yang ternganga yang tersisa.
“Sesosok yang membara… Ternyata ada orang lain selain aku?”
Seolah-olah panas yang besar memancar dari Ransel.
“Aku memang agak hangat badan.”
Ransel mengangkat pedangnya dan bergumam.
“Ayo datang. Aku masih bisa bertarung. Tidak lama, sekitar 5 menit.”
“Menunggu selama 5 menit… lalu selesai?”
“Kau mau menunggu?”
“Tidak mungkin!”
Mereka berdua kembali berbentrok.
BRUAAAK!
Raungan yang tak terbayangkan terdengar saat pedang mereka beradu.
Rangkaian gelombang kejut yang tak terbayangkan seperti pedang yang bertemu. Gelombang kejut tak berbentuk menyapu lantai dan menyebar seperti riak yang membawa awan debu.
Melihat cahaya kebiruan mengumpul di pedang Ransel, wajah Beth Wayne bergetar.
“Kau… itu….”
“Semuanya adalah anugerah Santa.”
Ransel berjalan selangkah demi selangkah. Cahaya cemerlang terpancar dari seluruh tubuhnya, menghiasi jalan yang dilaluinya.
Beth Wayne merasakan tekanan dari penampilannya. Rasanya seperti makhluk raksasa sedang menerjangnya.
Setiap langkah yang diambilnya, udara seolah terkompresi dan menekannya.
Ini adalah perasaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
“……Seandainya aku pergi ke gereja juga.”
“Selamat datang. Saudaraku.”
Pedang beradu.
KRAAAANG!
Gagang pedang Beth Wayne terlepas dari tangannya dan tertancap jauh di sana.
“…….”
Ketika dia sadar, ujung pedang Ransel mengarah ke tenggorokannya.
Hanya satu keraguan emosional yang terlihat telah membawa Beth Wayne pada kekalahan. Dia menunjukkan ekspresi tak percaya.
Tanpa senjata, kemenangan dan kekalahan sudah ditentukan.
“Pemenang……adalah, Ransel Da…nte….”
=============
※Efek sihir putih, Wing of Angel, menghilang.
=============
Ransel merasakan sesuatu yang menahannya putus dan jatuh ke lantai.
Hari itu, nama Ransel bergema di seluruh Kekaisaran.
Pedang nomor satu Kekaisaran yang baru lahir. Ksatria Santa yang agung. Orang yang diberkati Tuhan.
—Ransel Dante dari Gereja Santa!
Semua penonton yang menyaksikan keajaiban itu tak bisa menyembunyikan kegembiraan mereka.
***
Sejak hari itu.
Ransel terbaring di ranjang, menyaksikan ‘pemberitahuan sistem’ yang menutupi pandangannya.
==========
[Pemberitahuan Darurat!!!]
—Gereja Marigold dibongkar 1.
—Gereja Marigold dibongkar 2.
—Gereja Marigold dibongkar 3.
.
.
.
—Gereja Marigold dibongkar 16.
※Karma meningkat sesuai dengan jumlah gereja yang dibongkar.
==========
Gereja-gereja menghilang.
Jumlah gereja yang seharusnya bertambah menjadi 200, kini berkurang menjadi 130. Semua itu terjadi dalam satu hari.
‘Lebih cepat dari yang kuduga.’
Sepertinya kelompok peziarah benar-benar marah.
Tapi tidak apa-apa. Dia tidak pernah tidak tahu bahwa ini akan terjadi.
Seperti kata Pangeran Keempat.
Gereja Martir adalah keberadaan yang sangat dibutuhkan oleh Kekaisaran dan keluarga kekaisaran ini, dan gelombang baru Gereja Santa tidak memenuhi syarat untuk menggantikannya.
Ransel menghela napas pahit sambil memikirkan satu orang yang pasti berada di balik semua ini.
‘Yang Mulia. Anda memilih jalan kebebalan lagi.’
Dia tahu mengapa dia mendukung kelompok peziarah, mengapa dia membawa Beth Wayne untuk menghentikan kemenangan Ransel.
Ransel juga tahu.
Tapi itu urusannya, dan ini urusanku.
Ransel berniat membuka mata Marigold. Dia harus menyingkirkan selubung yang menutupi pandangannya agar dia sendiri bisa melangkah maju. Situasinya tidak memungkinkan untuk memikirkan ikatan lama.
“Antarkan ini ke masing-masing tempat yang ditentukan.”
“Apa ini?”
“Ini?”
Kepada pemimpin serikat pencuri yang bertanya dengan mata bingung, Ransel merenung sejenak.
“Hmm.”
Bagaimana seharusnya dia menjelaskannya?
Akhirnya Ransel memutuskan dengan satu kata.
“Surat wasiat.”