Chapter 25
Seoyeon dan Yehwa yang kini menjadi satu rombongan, langsung meninggalkan kota dengan menunggang kuda menuju selatan. Itu karena langkah Yehwa terlalu lambat. Pada dasarnya, bisa sampai sejauh ini dengan kondisi tubuh seperti itu sudah merupakan keajaiban.
Awalnya mereka ingin naik kereta kuda, namun setelah diberitahu bahwa kereta kuda ke luar kota harus menunggu beberapa jam, mau tak mau mereka meminjam kuda yang tersisa di pasar kuda. Mereka harus mengembalikan kuda saat tiba di Hwayanghyeon, tapi itu tetap jauh lebih baik daripada berjalan kaki sejak awal.
Yehwa, yang memeluk pinggang Seoyeon erat-erat sambil berlari, berkata dengan hati-hati.
“Orang-orang ahli pun ternyata mahir dalam mengendalikan kuda seperti ini.”
Seoyeon hampir saja mengatakan bahwa ini adalah pertama kalinya ia menunggang kuda, namun ia menelannya kembali. Jika harus jujur, naik kuda jauh lebih mudah berkali-kali lipat daripada menaiki Harimau Putih. Bagaimanapun, Harimau Putih lebih cepat, dan medan yang dilalui Harimau Putih juga jauh lebih berat, tak terbayangkan tingkat kesulitannya.
‘Lagipula, Harimau Putih hanya berjalan di jalur gunung.’
Dalam sekejap, Seoyeon tiba di Hwayanghyeon. Saat pedagang memeriksa surat pinjaman kuda yang diberikan Seoyeon, Yehwa turun dari kuda dengan lemas. Wajahnya meringis menahan sakit pada kakinya yang pegal akibat berlari dalam waktu lama. Akhirnya, setelah selesai memeriksa surat, pedagang itu mengangguk.
“Dua liontin koin perak.”
“……!”
Seoyeon melirik Yehwa yang wajahnya berubah pucat melihat biaya sewa yang luar biasa mahal, lalu mengeluarkan koin perak dari kantongnya yang berat dan menyerahkannya.
‘Ternyata jauh lebih mahal dari perkiraanku.’
Benar kata orang, kuda itu mahal sekali. Ia tidak menyangka biayanya akan sebesar ini meskipun waktu sewanya tidak terlalu lama.
Setelah mengikat kuda, mereka berjalan pergi, dan Yehwa menunduk dalam lalu meminta maaf.
“Maafkan aku.”
“Tidak apa-apa.”
Uang perjalanan mereka masih cukup banyak, jadi Seoyeon benar-benar tidak apa-apa. Malahan, Seoyeon merasa lebih tidak nyaman melihat gadis yang sakit itu bersikap penuh pertimbangan. Seoyeon yang hendak tersenyum seolah mengatakan tidak apa-apa, tiba-tiba menyipitkan matanya.
“Orang-orang di sana itu, apakah mereka orang yang kau kenal?”
“Di mana?”
“Di samping jalan setapak.”
“Pe-pemimpin Klan Mae…”
Sepuluh orang yang tampak seperti anggota Aliran Hitam itu berjalan santai, dan seorang pria yang membawa dua pedang menyilang di punggungnya sangat mencolok. Dari kesan pertama, ia tampak garang, jelas sekali itu adalah Pemimpin Klan Mae.
Mereka berhenti berjalan dan menoleh setelah mendekat dua puluh langkah lagi.
“Yehwa?”
Saat Pemimpin Klan Mae bertanya, Yehwa tidak bisa menjawab, ia hanya gemetar lalu ambruk ke tanah.
“Kalau begitu, kau adalah ahli silat perempuan yang dibawa Yehwa? Kenapa penampilan luarnya terlihat meyakinkan, tapi kenapa wajahmu ditutupi? Apa kau hanya ingin menunjukkannya pada suamimu?”
Pemimpin Klan Mae tertawa terbahak-bahak sambil berbicara, seolah ucapannya itu lucu.
Lalu, ia menghapus tawanya dan memberi isyarat pada bawahan di sampingnya.
“Singkirkan topi bambu itu dulu. Aku ingin melihat wajahnya.”
Bawahan mengangguk, lalu tanpa ragu mengeluarkan senjata mereka.
Seoyeon tidak panik, malah menggerakkan tangan halusnya untuk menyingkap sebagian kerudung yang menutupi wajahnya. Kemudian, ia perlahan mengangkat mata yang dihiasi tatapan tajam untuk menatap para pria yang mendekat. Ini adalah tindakan yang bisa ia lakukan karena ia tahu kekuatan penampilannya.
“…….”
Para anak buah menatap setengah wajah Seoyeon dengan wajah seperti orang kerasukan. Beberapa bahkan ternganga, mereka tampak tidak berniat bergerak meskipun Seoyeon sudah mendekat ke depan mereka.
*Tok tok.*
Seoyeon terus bergerak maju sambil menyentuh titik akupunktur bawahan dengan jarinya Merekadi itu adalah titik yang ia hafal saat membaca peta meridian manusia dulu. Ini adalah pertama kalinya ia menyentuh titik-titik itu, namun gerakannya mengalir alami seperti air.
Apakah ini tenaga dalam yang berdenyut di ujung jarinya? Itu tidak penting sekarang.
Seoyeon melanjutkan menyentuh titik akupunktur para anak buah yang terpaku pada penampilan luarnya. Para anak buah yang titik akupunkturnya ditekan hanya berkeringat dingin dan gemetar seluruh tubuh, tanpa sedikit pun perlawanan.
Setengah dari mereka telah dikalahkan dengan sia-sia. Pesona kecantikan ternyata begitu menakutkan.
Seoyeon, dengan tatapan tanpa emosi, melangkah maju. Kemudian, ia menarik napas sekali lagi dan berkata.
“Sesuai perkataanmu, aku sedang mempertimbangkan untuk melepas topi bambuku.”
Ia berusaha keras agar tidak menunjukkan kegugupannya. Untungnya, ancaman ini berhasil pada Pemimpin Klan Mae.
“…….”
Karena Pemimpin Klan Mae yang banyak bicara itu akhirnya terdiam.
Sebenarnya, menahan titik akupuntur adalah inti dari latihan tenaga dalam, sebuah teknik yang hanya bisa dilakukan oleh para pendekar tingkat tinggi. Itu karena mereka harus menanamkan tenaga dalam mereka ke dalam tubuh lawan. Jika salah sedikit saja, alih-alih menundukkan lawan, justru bisa berisiko memutuskan meridian dan titik akupuntur.
Mungkin saja ia adalah ahli Aliran Sesat yang menyamar sebagai pendekar dari Aliran Benar. Bawahan yang bertatapan dengannya membeku seperti batu.
Mungkin karena pikirannya menjadi rumit, Pemimpin Klan Mae tidak bisa lagi tertawa.
Tentu saja, para anak buah tidak tahu soal ini. Seorang anak buah yang tidak peka berkata.
“Kalian ini apa? Jangan bercanda, cepat serang dia. Ah, jangan-jangan wanita itu memberikan pelayanan khusus pada siapa yang bergerak paling lambat?”
“Hahahaha.”
Saat Seoyeon hendak mengangkat kembali kerudungnya, Pemimpin Klan Mae melontarkan makian.
“Semuanya diam! Sebelum aku merobek mulut busuk kalian. Apakah tidak waras jika mengolok-olok orang yang diperintahkan ketua klan untuk dibawa? Jika sekali lagi kalian bicara omong kosong, aku akan membelah kepala kalian.”
Bawahan langsung terdiam. Tapi di sini ada satu orang lagi yang tidak peka.
“Bukankah ketua klan yang mengolok-olok lebih dulu?”
Tiba-tiba, tanpa sedikit pun keraguan, Pemimpin Klan Mae mencabut golok di pinggangnya dan memukul bagian belakang leher bawahan yang menyanggahnya. Pria yang terkena sabetan golok itu tersungkur ke belakang tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Belum puas, Pemimpin Klan Mae mengangkat kakinya dan menginjak-injak bahawannya tanpa henti. Akhirnya, bawahan yang pingsan itu hidungnya patah dan semua giginya tanggal.
“Ada yang mau menanggapi lagi? Angkat tangan.”
“…….”
“Jika tidak ingin bernasib seperti ini, diam semuanya.”
Para anak buah bahkan tidak berani berpikir untuk menjawab, mereka hanya mengangguk.
Saat Seoyeon memainkan kerudungnya lagi, Pemimpin Klan Mae yang terkejut itu langsung menunduk rendah.
“Ampuni aku. Aku tidak mengenali Anda sebagai ahli silat dan bertindak lancang. Kumohon, izinkan aku membawamu ke Huaihualou.”
Sebagai seseorang yang telah bertahan bertahun-tahun di Aliran Hitam, tindakan Pemimpin Klan Mae sangat cepat. Pemimpin Klan Mae memarahi anak buahnya yang menatapnya dengan tatapan seperti, ‘Tiba-tiba mengapa Anda melakukan ini?’.
“Dasar kalian yang otaknya kosong. Apa kalian pikir mereka yang berdiri di sana itu sebodoh itu hanya karena berdiri saja? Jika kalian ingin hidup, segera berlutut. Dengan begitu, kalian hanya akan kehilangan tangan dan kaki saja.”
Baru saat itulah para anak buah berlutut di tanah seperti perkataan Pemimpin Klan Mae.
Pemimpin Klan Mae membuka mulutnya lagi.
“Saya akan memastikan anak buah saya patuh. Tolong selamatkan kami.”
Seoyeon tetap diam. Kehenamannya justru membuat jantung Pemimpin Klan Mae membeku. Keringat dingin mengalir di punggungnya, dan jantungnya berdebar kencang seperti kapal di tengah badai.
“Jika Anda benar-benar tidak percaya, saya akan patahkan tangan anak buah saya di sini sekarang juga.”
“Ketua klan…?”
“Dasar kalian yang gila. Aku melakukan ini agar kalian selamat.”
Setelah perkataan itu selesai, Pemimpin Klan Mae bangkit dan mematahkan tangan anak buahnya satu per satu. Ia mematahkan tangan yang digunakan untuk menggunakan pisau, entah kenapa, banyak anak buah yang menatapnya dengan tajam. Namun, tidak ada satupun yang menyerang. Mereka semua tahu bahwa meskipun menyerang bersama, mereka tidak akan bisa mengalahkan Pemimpin Klan Mae.
Setelah dengan sengaja mematahkan semua lengan anak buahnya, Pemimpin Klan Mae menghela napas panjang, lalu mematahkan tangan kanannya sendiri. Lalu, ia berlutut di tanah dan berkata.
“Selamatkan aku.”
Pemimpin Klan Mae mengulurkan tangan kirinya sambil menunggu jawaban Seoyeon. Karena ia kidal, itu berarti ia meminta untuk mematahkan tangan kirinya juga.
Saat Seoyeon tetap diam, Pemimpin Klan Mae berkata lagi.
“Tentunya Anda tahu, ada orang-orang yang mengawasi kami tidak jauh dari sini. Mungkin saat ini mereka sedang berlari ke Huaihualou. Aku tahu jalan pintas menuju Huaihualou. Kita bisa tiba lebih cepat dari mereka.”
Seoyeon juga tidak ingin menumpuk aura pembunuhan. Seoyeon menatap Yehwa yang mendongak menatapnya dengan wajah terkejut, lalu bergantian menatap Pemimpin Klan Mae.
“Panggulah Yehwa.”
Itu berarti bahu kirinya akan dibiarkan utuh.
“Terima kasih.”
Mungkin karena merasa selamat, kaki Pemimpin Klan Mae gemetar saat bangkit.
“Yehwa, naiklah ke punggungku.”
“…….”
“Jika mereka menyakitimu di sini, kita semua akan mati. Jadi, naiklah ke punggungku. Kumohon.”
Pemimpin Klan Mae berkata demikian sambil membuang semua senjata yang dibawanya.
“Aku tahu di mana Yingying berada. Dia pasti dikurung di dekat kediaman ketua klan.”
“……!”
Wajah Yehwa dipenuhi keterkejutan. Ia menatap Pemimpin Klan Mae cukup lama, lalu akhirnya naik ke punggungnya.
“Boleh kita berangkat?”
Tidak lama setelah Seoyeon mengangguk, Pemimpin Klan Mae berlari dengan cepat. Itu adalah teknik gerakan kaki yang luar biasa untuk sekelas orang yang beraktivitas di pinggiran kota. Seoyeon menatap Pemimpin Klan Mae yang berlari di depan sekilas, lalu meniru gerakan tubuhnya.
Pemimpin Klan Mae, yang menarik napas keras sambil berlari, terkejut saat menoleh ke belakang. Seoyeon telah mempersempit jarak dalam sekejap dengan langkah ringan seperti bulu. Meskipun berlari secepat itu, topi bambunya tidak miring. Itu adalah gerakan yang sama sekali tidak bisa dibayangkan berasal dari manusia.
Sekilas saja, ia tahu itu adalah teknik gerakan kaki yang sama dengannya. Namun, tingkatannya sudah berbeda dari teknik gerakan kaki itu sendiri. Tentu saja, karena ada akal sehat, Pemimpin Klan Mae tidak menyangka Seoyeon bisa mengerti teknik gerakan kaki hanya dengan melihatnya sekali.
‘…Jika aku kabur, mereka semua pasti sudah mati.’
*****
Setelah berlari di pegunungan selama satu jam, mereka akhirnya tiba di pintu masuk kota.
Kota yang terbentang di depan mata mereka tampak cukup ramai. Jauh dari jalanan yang ramai, sebuah rumah pelacuran dengan atap merah dan pola-pola mewah bertengger.
Pemimpin Klan Mae memandangi Huaihualou, lalu berkata pada Seoyeon.
“Ada jalan belakang yang hanya diketahui oleh para petinggi.”
Di gudang yang mereka masuki mengikuti Pemimpin Klan Mae, terdapat sebuah pintu besi yang hanya muat untuk satu pria dewasa. Pintu itu tersembunyi dengan cerdik di antara barang-barang yang dipenuhi bayangan dan debu, sehingga tidak akan terlihat jika tidak diperiksa dengan seksama.
Pemimpin Klan Mae berkata di depan pintu besi.
“Pemimpin Klan Mae. Sudah selesai bertugas dan kembali.”
Segera, pintu besi itu terbuka tanpa suara.
“Ketua klan. Anda sudah kembali?”
Pemimpin Klan Mae melirik penjaga pintu, lalu memukul tengkuknya dengan sisi telapak tangannya. Penjaga pintu yang seketika kehilangan kesadaran pun jatuh terhuyung-huyung.
“Saya pingsankan dia dulu, tapi apakah lebih baik jika saya membunuhnya?”
Pemimpin Klan Mae berkata demikian sambil menginjak-injak tengkuk penjaga pintu itu dengan kakinya. Seolah-olah dia akan langsung memutus napasnya jika Seoyeon memberikan izin.
Pada saat itu, Seoyeon tidak bisa tidak menyadari kembali betapa kejamnya tangan para pendekar dunia persilatan.
Namun, Seoyeon tidak terlarut dalam kebingungan, malah dengan tenang menyentuh titik akupuntur penjaga pintu.
“Teruslah maju.”
“……Ya.”
Seoyeon merapikan pikirannya sepanjang berjalan di lorong yang gelap. Bau tanah yang lembap dan apek menusuk hidungnya, tetapi pikirannya menjadi semakin jelas. Keyakinannya bahwa mereka adalah binatang buas tidak berubah.
Apa itu binatang buas?
Binatang buas adalah mereka yang memiliki kekuatan namun menyakiti sesama manusia. Misalnya, mereka yang menculik dan melecehkan wanita hanya demi kesenangan, lalu menjual mereka, dan mereka yang membakar rumah warga yang tidak berdosa serta memisahkan keluarga demi keuntungan pribadi mereka.
Namun, binatang buas ini, bagi sebagian orang adalah binatang buas yang kejam, namun bagi orang lain, mereka adalah saudara, bahkan teman.
Karena hitam dan putih dunia tidak terpisah secara jelas, Buddha memerintahkan untuk merangkul dan menyelamatkan semua makhluk dengan hati yang penuh kasih sayang.
Namun, menjadi Buddha terlalu sulit. Ada begitu banyak binatang buas di dunia ini yang terlalu jahat untuk diberi belas kasihan. Seoyeon tidak memiliki kesabaran yang cukup untuk terus-menerus memberikan belas kasihan di hadapan kejahatan yang tak terduga dalamnya.
Namun, ia merasa bisa menjadi manusia.
Apa itu manusia?
Manusia adalah mereka yang memperbaiki kesalahan seseorang dan menunjukkan jalan yang benar. Manusia adalah mereka yang menerima orang yang menyesali dosa mereka, dan juga mereka yang membimbing agar binatang buas tidak menyakiti manusia.
Di ujung lorong yang gelap, di tempat terdapat tangga, cahaya samar-samar merembes masuk.
Seoyeon berniat menjadi manusia di dunia persilatan yang penuh dengan binatang buas.